Sabtu, 13 Agustus 2016

Ta'aruf (pengalaman) 3

Posted by Nis |

Bismillah.


Kaca yang sudah pecah, mungkin masih bisa disatukan, namun ia sudah tak sama lagi. Seperti halnya paku yang terlanjur menancap, mungkin masih bisa dicabut, namun bekasnya tak kan pernah hilang. Atau kalau kau sobek selembar kertas, lalu kau berusaha mengembalikannya seperti semula, dengan selotip, lem, dan sebagainya. Bisa mungkin, namun pasti tak bisa sempurna seperti sedia kala. Ndak usah disobek, diremes2 pun juga tak akan bisa dikembalikan lagi menjadi sempurna. Semua itu hanya perumpamaan, yang menggambarkan sebuah penghianatan. Semua itu tentang sebuah kepercayaan.

Jagalah amanah (kepercayaan), sodara-sodara.  via: www.nyunyu.com

Hyiaooww,, prolog yang tidak nyambung sodara-sodara. Di episode sebelumnya #macam drama aja lah- lebih jelasnya silakan diklik judul berikut Ta’aruf (pengalaman) 1,  dan Ta’aruf(pengalaman) 2.

Dalam suasana yang sedemikian rupa. Saya terlalu tak berdaya bahkan hanya untuk mengucap sepatah kata. Mas min nampaknya jeli membaca mimik muka saya. “begini...” si mas min mencoba menengahi. Lanjutnya, “saya sebagai ganti bapak-ibuk, sebagai orangtuanya manis, saya kira gak perlu harus sekarang juga ‘ya’ atau ‘tidak’. (jangan) seperti orang beli cabe, saat itu juga langsung ‘iya’, langsung ‘bayar’. Ini kan sama-sama masih muda, ya jalannya masih panjang. Lagian manis juga masih ada tanggungan, -la..la...la...(dan sebagainya)”.

Panjang lebar mas min menjawab pertanyaan bapaknya unai dengan gagah perkasa #opo sih. Meskipun ada beberapa kalimat mas min yang saya tidak mudeng, tapi intinya adalah saya dan mas U disuruh menjalani aja dulu. Pacaran dong.?? Hiyak kesannya sih begitu, tapi sebenarnya mas min itu memberi ruang untuk saya bisa berpikir terlebih dahulu. Dengan begitu, saya tidak harus langsung memberikan jawaban. Hmmmmh alhamdulillah.. sedikit lega... yeahh.

Alhamdulillah....   via: memeshappen.com

Tak berapa lama, mereka berdua pamit. Meninggalkan jeyuk yang segera berpindah dari kantong ke tangan ponakan dan saya seketika mereka pulang. Saya dengan gemes, “humhhhh,, jawabanmu jos gandos mas”, sambil mengacungkan jempol ke arah mas min.  :D

Kemudian saya yang galau berhari2 setelah itu. jawaban sebenarnya sudah ada di kepala saya sejak kedatang mas U yang ke-dua kalinya itu. Sejak saya tahu arah dari ta’aruf ini, ya benar2 ta’aruf. Serius, bukan sekedar kenal dan menjadi teman biasa, akan tetapi menjadi teman hidup. Maka dari itu, saya berpikir berhari-hari sebelumnya. Banyak pertimbangan, banyak pemikiran, banyak istikharah. Tak lupa minta restu si ibu. Mbak wit lagi malah ngompor2i suruh setuju. Lieurrrr euyyyy.

ucing ala berbi    via: dpbbmlucu.info

Dalam salah satu sms, saya pernah bertanya, kapan targetnya nanti si mas U pengin menikah? Beliau menjawab, yaitu sekitar lebaran haji tahun depan. Berarti itu lebaran haji yang dimaksud adalah lebaran haji tahun 2015. Lalu.? Sampai sekarang mau lebaran haji tahun 2016 saya masih single sodara-sodara. Bisa disimpulkan sendiri jawaban apa yang saya berikan kepada mas U. Yaitu adalah ‘no’!. Alasan.? Masalah alasan, di samping waktu itu saya belum ingin menikah dibawah umur 20thn (wkwkwkkw :D), alasan lainnya biarlah cukup saya, Allah dan orang2 tertentu yang mengetahuinya. :D

Jadi saat saya ditanya mengenai keseriusan mas U malam itu, saya sudah ada jawabannya sodara-sodara. Tapi mengutarakannya bagaimana itu yang saya belum menguasai dunia persilatan #halahh. Masak iya, langsung frontal ‘tidak!’. Itu sebenarnya yang ingin saya katakan, tapi mulut ndak mau diajak kerjasama. Malah jadinya menumpuk di dalam dada. Haihhh, sesak pula rasanya. Naiklah imbasnya ke muka. Hingga jadi merah merona. Mana, ada hadits yang mengatakan jika seorang wanita dipinang, kemudian hanya diam, bisa diartikan jawabannya itu ‘iya’. Itulah saya panik luar binasa. Diam saja nanti bikin mereka salah memakna, ingin mengutarakan, tapi mulut tak mau diajak bicara. Jadi saya harus bagaimanaaa.??? Pusing kepala saya (waktu itu).

yang kamu lakuin ke saya itu JAHAT!  via: www.hipwee.com

Beberapa hari setelah itu, saya segera beraksi. Tak ingin lah menyakiti hati mas U, dengan memberi harapan2 palsu. Pun nambah dosa lah bila main perasaan begitu. Kalau terus saya ladeni sms beliau sementara hati saya sebenarnya menolak, (gaya si Cinta di film AADC2) yang saya lakukan itu JAHAT!, dan lama2 mas U bisa semakin dalam perasaannya ke saya, nanti malah tambah susah. Saya pun menegaskan dengan pesan yang halus dan agak ambigu. Ehm,, gimana ya dulu itu. Kurang lebih intinya seperti ini., “ (pembukaan).... ibu di kampung, sudah ada calon buat saya.” Beberapa saat kemudian, sms saya tersebut berbalas. “ ... semoga mbak manis bahagia dengan pilihan orang tua mbak manis...” Mas U sungguh legowo, berjiwa ombo. MaasyaAllah..

Kelegaan luar biasa memenuhi ruang hati saya saat membaca balasan tersebut. Alhamdulillah ya Allah... (sambil guling2) selesai sudah satu masalah sumber kegalauan. Tersebab ibu saya berpesan, kalau nolak itu yang halus, baik-baik, jangan menyakiti hati orang. Dan juga saya tidak mau dengan cara bohong dan berbelit2. Dan juga jangan terlalu frontal. Setelah kajian yang mendalam, pertimbangan yang matang, dan penggabungan berbagai rumus yang fenomenal #hoppo toh!. Ahirnya ketemu lah jawaban seperti tersebut di atas, sms dengan intinya adalah “ibu di kampung, sudah ada calon buat saya”. Dua kalimat tersebut yang sebenarnya saya maksudkan tidak digabung sodara-sodara. Dan penulisannya pun memang sengaja saya pisahkan dengan tanda koma (,) untuk memperjelas bahwa mereka hanya bersama namun tidak menyatu. Memang bila ditafsirkan, bisa ambigu, bisa menjadi beberapa kesimpulan. Seolah-olah ibu sudah memilihkan calon untuk saya. :D

antara yes tapi no   via: www.hipwee.com

Nah, apa sebenarnya yang saya maksudkan dengan kalimat tersebut? Yaitu adalah; -ibu di kampung: ibu saya memang ada di kampung, di Klaten, Jawa Tengah. sudah ada jodoh buat saya: setiap manusia kan memang sudah ditentukan jodohnya oleh Allah Ta’ala sejak dalam kandungan. Jadi ya seperti itulah, keduanya memang berdiri sendiri2. Hehehe. Saya ndak bohong yaw...

Saya bales lagi sms mas U, dengan mendoakan kebaikan semoga mendapat yang terbaik, dan memotivasi untuk bangkit dari kegalauan #halah. Alhamdulillah, mas U bisa langsung menerima dan menyesuaikan diri dengan keadaan yang terjadi. Lepas itu, beliau tidak lagi sms2 saya.

Begitulah, sistem ta’aruf lebih aman. Karena belum main perasaan. Sehingga akan mudah untuk melepaskan. Tidak terlalu menimbulkan kegalauan. Lain hal dengan pacaran. Cinta tanpa adanya ikatan. Cinta yang belum dihalalkan. Iya kalau jadi,, kalau putus bisa bikin kacau kehidupan (katanya). Wallahu a’lam.

Demikianlah salah satu kisah ta’aruf saya. --Memangnya sudah berapa kali ta’aruf nis.??. Sering. –sering2, sok cantik lu.! Wkwkwkwk.


Jadi kesimpulannya?

--ta’aruf lah, jangan pacaran
--tegaskan, jangan permainkan perasaan
--jawaban untuk memberikan penolakan ada berbagai macam, cari yang jangan menyakitkan
--contoh cara untuk menolak bisa dengan mengajukan persyaratan; ‘mas njenengan kalau pengin melamar saya, dirimu sanggup ndak nanti setelah menikah puasa daud setiap hari?’, ‘mas harus khatamin alqur’an setiap hari’, ‘mas harus tahajud setiap malam minimal sejam dari jam 2 sampai jam 3 pagi!’. Wuahahahah. :D
--es campur enak.

Kesimpulan lainnya bisa diambil sendiri2. Dari pengalaman saya tersebut, yang baik silakan diambil (jika berkenan), yang jelek abaikan saja sodara-sodara. Barokallahu fiikum. :D

 Tak lupa, kita tutup dengan hamdalah.






-----------END







-------Jakarta, 13 Agustus 2016-------
meja kerja, 13;53



0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger