Bismillah
Segala
puji milik Allah Subhanahuwata’ala.
Nur (cahaya). via: http://narayanan.deviantart.com/art/Annur-46803411
Saya
tiba-tiba teringat beberapa kasus yang tidak serupa namun sama. Begini
ceritanya, ber-setting dahulu kala ketika masih masa sekolah menengah. Sedikit
gambaran mengenai sekolah menengah saya, tepatnya adalah SMK N 6 Surakarta yang
biasa disebut dengan sebutan SMK VISKA. Lokasinya pas banget di bunderan
Manahan, Solo. Qodarullah, saya yang orang Klaten bisa sekolahnya nyasar jauh2
sampai ke Solo. Perjalanan bisa menggunakan bus Solo-Jogja (bus besar) biasa
ditempuh 45 menit-an, kalau lagi kebut2an bisa 30menit sampai,, bisa juga
dengan bus kota jurusan Terminal Penggung-Terminal Tirtonadi (bus kecil) waktu
tempuhnya lebih lama, bisa satu jam lebih, apalagi kalau pakai ngetEm,, bisa
tidur pulas hingga kebangun dan ternyata belum sampai2 juga. :D :D
Logo smk tercinta,, smk viska. via: SMK Negeri 6 Surakarta
Nah,
di sekitaran Manahan itu tidak hanya ada sekolahan saya saja. Ada beberapa
sekolah lain baik itu SMK, STM ataupun SMA yang jaraknya berdekatan. Gandengan
malah, contohnya adalah sekolah saya yang nyambung dengan SMK N 4 Surakarta
(prodinya lebih ke keterampilan; perhotelan, tata boga, tata busana), terus
nyambung lagi dengan SMK N 5 Surakarta (STM yang siswanya 95% adalah laki2).
Dan ada waktunya kita orang dari berbagai sekolah itu bertemu di satu titik,
yaitu di lampu merah Manahan. Kapan kah itu?? di jam pulang sekolah. Ngapain? Demo?
Kagak yaw,, menunggu bus sesuai arah rumah masing2. Jadi bisa saling cuci mata
#halahh. Dari yang STM satu sekolah laki semua, kemudian yang SMK perempuan
semua, terus ada dari sekolah yang mayoritas etnis cina (SMA Regina Pacis) yang
siswa2nya berwajah ala2 artis taiwan. Jiaaahhh. Tapi entah kenapa waktu itu tak
ada satupun mas2 dari STM ataupun SMA yang berhasil menggetarkan hati saya,
semua biasa saja. #gak penting yaw. :D
Okke,
kembali ke topik. Jadi waktu itu perjalanan pulang sekolah di dalam bus
Solo-Jogja. Kira2 waktunya sore selepas kegiatan ROHIS. Soalnya saya pulang
bareng teman saya itu dapat tempat duduk, kalau pas banget jam pulang sekolah,
sangat kecil kemungkinan dapat tempat duduknya. “Jogja,!! Jogja,!!” sesekali
terdengar suara kenEk bus mencari penumpang. Saya duduk anteng agak ngantuk2. Entah
obrolan apa yang sebelumnya menjadi tema pembicaraan saya dengan teman duduk
sebelah saya, tiba-tiba dia bilang,, “kenapa ya dek,, aku dilahirkan di tengah
keluarga yang seperti itu”. Saya memandangnya, mencoba ikut merasakan beban
perasaan yang terbias dari raut wajahnya. Kembali bersandar memandang langit2
bus,, senyap sesaat. “Mungkin agar dirimu menjadi cahaya dalam keluarga-mu”,
ahirnya saya memecah hening, memeluknya dalam tatapan dan senyum mesra. Mencoba
untuk sedikiiittt, secuilll mengurangi beban di hatinya.
Doaku untukmu, tak perlu kau tahu. via:sriabdillah82.blogspot.com
Flashback,,
zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzrrrrrrrrrttttttt. Sebelum-sebelumnya beliau ada curhat
mengenai suasana dalam keluarganya yang dirasa amat berat hingga berpikir,
mengapa lah aku harus jadi bagian keluarga yang orang2 di dalamnya bertolak
belakang dengan diriku. Baik sifat, perilaku, cara berpikir, dan lain
sebagainya. Beliau sangat cinta kepada orangtuanya,, permasalahan beliau
terkait saudara-saudaranya.
Kasus
lain bersetting di salah satu mess/wisma BTPN Syariah di area Bekasi periode 2013/2014
silam. Masih pagi, di salah satu sudut meja meeting. Segala campur aduk
problematika yang menumpuk di hatinya kian tergambar di roman mukanya. Lusuh,
mengkeret, seperti bunga yang layu. Matanya berkaca2 yang sebentar lagi akan
meleleh, membasahi kedua pipinya. Menatapku dengan genangan di matanya yang
kian membanjir, “mbak, kenapa ini semua harus terjadi padaku?”. Ah, hati saya
terbawa suasana. Yang bertanya lekas beringsut menyeka airmata, sementara saya
mombolak-balikkan bola mata agar tak ikut tumpah juga. “Allah memilihmu untuk
diberi ujian seperti itu, artinya kamu pasti sanggup melewatinya,, sabar..”,
saya mencoba memeluknya dengan kata-kata, berharap bisa sedikit menambahkan
kekuatan di hatinya. Beban yang terasa paling berat dirasakannya kala itu
adalah tentang keluarganya. Permasalahan terkait orangtua.
Selalu ada masalah. via: http://www.everydayinterviewtips.com
Guys,,
bermasalah dengan saudara dalam keluarga, mungkin semua orang di dunia pernah
menjumpai kasus yang sama. Konflik, selEk, berbeda pendapat, beda kemauan, beda
pemikiran, de-es-be. Yang namanya cabe, meskipun dari tangkai yang sama, tapi
warnanya bisa beda, bentuknya juga beda, tingkat kepedasan-nya pun bisa jadi
tak sama #silakan diteliti sendiri bila ada waktu luang. Begitu pun kita yang
bernama manusia. Meskipun dari rahim yang sama, tapi Allah mengaruniakan isi
kepala yang berbeda2, sifat, dan karakternya juga pasti tak ada yang seratus persen sama. Sehingga
terjadilah masalah2 yang menguras esmosi tiap kali jumpa di bawah atap yang
sama. Adanya problem antar individu, kita dengan saudara, saudara dengan orang
tua, saudara dengan saudara, atau malah kita-nya dengan orang tua.. tiap pulang
ke rumah rasanya jadi pusing kepala.
Atau
kita merasa semua orang di dalam rumah kita itu aneh semua. Ibu yang sukanya
marah2, bapak juga marah2, kakak marah2, adek marah2, tetangga marah2, sampae
kucing satu juga marah2 #opo lah. Kita marah2 juga aja biyar ndak kalah. :D :D
Kemudian
saking seteressnya, suatu hari terpikir juga, mengapa kita harus ada di tengah2
mereka.?? Enak nian lah kalau jadi ulat, kerjanya makan doang, tak ada beban pikiran. Woeh,! ndak gitu juga yaw,, kita
harus bersyukur diciptakan sebagai manusia. Bisa hidup menikmati indahnya
dunia, mati disediakan surga #bagi yang dikehendaki-Nya.
Merasa asing. via: https://www.fastcompany.com
Saat
lingkungan sekitar kita terasa begitu menyiksa. Carut-marut tak tertata,
sepertinya yang normal cuma kita. Berfikirlah positif,, ah, Allah mengirim kita
di antara mereka untuk menjadi cahaya. Bila dalam keluarga tidak ada
keharmonisan, misal saudara kita sukanya menyakiti hati orang tua atau malah
sebaliknya, Allah menempatkan kita untuk menjadi peredam suasana, permata dalam
keluarga. Bayangkan seandainya kita tidak ada di sana, siapa yang akan
menenangkan hati ibu tercinta kita, siapa yang akan merangkul saudara kita. Allah
menginginkan kita menjadi pelita di tengah gelap yang jangan sampai kian
menggulita. Ya,! Dan Allah memberi kepastian bahwa kita bisa melewatinya. #hela
nafas.. hhhhhhmmmhhhhh...
Lalu,
mengapa harus saya.?? Pertanyaan tersebut seringkali muncul saat berada di
puncak depresi. Ingat,, bukankah tanda cinta Allah itu bahwa Dia akan
memberikan ujian bagi siapa saja yang dicintaiNya?. Pun ujian yang diberikan
itu tak mungkin lebih dari kemampuan kita. Se-emosional apa pun moment yang
kita hadapi, se-drama apa pun kisah hidup yang kita jalani,, semua atas izin
Allahu Rabbi. Maka sudah seyogya nya kita kembalikan semua kepada Sang Pemilik
langit dan bumi. Kuatkanlah, sabarkanlah, mudahkanlah.
Kalau
hati kita sudah merasa memiliki Allah, ketenanganlah yang akan kita rasakan. Bersabarlah.
Sabar...... via: https://moslemalfaruq.wordpress.com/2013/06/10/
-------Jakarta, 24 Januari 2017-------
ba'da Ashar
0 komentar:
Posting Komentar