Selasa, 24 Januari 2017

Menjadi CAHAYA penerang gulita

Posted by Nis |

Bismillah
Segala puji milik Allah Subhanahuwata’ala.


Nur (cahaya).    via: http://narayanan.deviantart.com/art/Annur-46803411

Saya tiba-tiba teringat beberapa kasus yang tidak serupa namun sama. Begini ceritanya, ber-setting dahulu kala ketika masih masa sekolah menengah. Sedikit gambaran mengenai sekolah menengah saya, tepatnya adalah SMK N 6 Surakarta yang biasa disebut dengan sebutan SMK VISKA. Lokasinya pas banget di bunderan Manahan, Solo. Qodarullah, saya yang orang Klaten bisa sekolahnya nyasar jauh2 sampai ke Solo. Perjalanan bisa menggunakan bus Solo-Jogja (bus besar) biasa ditempuh 45 menit-an, kalau lagi kebut2an bisa 30menit sampai,, bisa juga dengan bus kota jurusan Terminal Penggung-Terminal Tirtonadi (bus kecil) waktu tempuhnya lebih lama, bisa satu jam lebih, apalagi kalau pakai ngetEm,, bisa tidur pulas hingga kebangun dan ternyata belum sampai2 juga. :D :D

Logo smk tercinta,, smk viska.     via: SMK Negeri 6 Surakarta


Nah, di sekitaran Manahan itu tidak hanya ada sekolahan saya saja. Ada beberapa sekolah lain baik itu SMK, STM ataupun SMA yang jaraknya berdekatan. Gandengan malah, contohnya adalah sekolah saya yang nyambung dengan SMK N 4 Surakarta (prodinya lebih ke keterampilan; perhotelan, tata boga, tata busana), terus nyambung lagi dengan SMK N 5 Surakarta (STM yang siswanya 95% adalah laki2). Dan ada waktunya kita orang dari berbagai sekolah itu bertemu di satu titik, yaitu di lampu merah Manahan. Kapan kah itu?? di jam pulang sekolah. Ngapain? Demo? Kagak yaw,, menunggu bus sesuai arah rumah masing2. Jadi bisa saling cuci mata #halahh. Dari yang STM satu sekolah laki semua, kemudian yang SMK perempuan semua, terus ada dari sekolah yang mayoritas etnis cina (SMA Regina Pacis) yang siswa2nya berwajah ala2 artis taiwan. Jiaaahhh. Tapi entah kenapa waktu itu tak ada satupun mas2 dari STM ataupun SMA yang berhasil menggetarkan hati saya, semua biasa saja. #gak penting yaw. :D

Okke, kembali ke topik. Jadi waktu itu perjalanan pulang sekolah di dalam bus Solo-Jogja. Kira2 waktunya sore selepas kegiatan ROHIS. Soalnya saya pulang bareng teman saya itu dapat tempat duduk, kalau pas banget jam pulang sekolah, sangat kecil kemungkinan dapat tempat duduknya. “Jogja,!! Jogja,!!” sesekali terdengar suara kenEk bus mencari penumpang. Saya duduk anteng agak ngantuk2. Entah obrolan apa yang sebelumnya menjadi tema pembicaraan saya dengan teman duduk sebelah saya, tiba-tiba dia bilang,, “kenapa ya dek,, aku dilahirkan di tengah keluarga yang seperti itu”. Saya memandangnya, mencoba ikut merasakan beban perasaan yang terbias dari raut wajahnya. Kembali bersandar memandang langit2 bus,, senyap sesaat. “Mungkin agar dirimu menjadi cahaya dalam keluarga-mu”, ahirnya saya memecah hening, memeluknya dalam tatapan dan senyum mesra. Mencoba untuk sedikiiittt, secuilll mengurangi beban di hatinya.


 Doaku untukmu, tak perlu kau tahu.   via:sriabdillah82.blogspot.com

Flashback,, zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzrrrrrrrrrttttttt. Sebelum-sebelumnya beliau ada curhat mengenai suasana dalam keluarganya yang dirasa amat berat hingga berpikir, mengapa lah aku harus jadi bagian keluarga yang orang2 di dalamnya bertolak belakang dengan diriku. Baik sifat, perilaku, cara berpikir, dan lain sebagainya. Beliau sangat cinta kepada orangtuanya,, permasalahan beliau terkait saudara-saudaranya.

Kasus lain bersetting di salah satu mess/wisma BTPN Syariah di area Bekasi periode 2013/2014 silam. Masih pagi, di salah satu sudut meja meeting. Segala campur aduk problematika yang menumpuk di hatinya kian tergambar di roman mukanya. Lusuh, mengkeret, seperti bunga yang layu. Matanya berkaca2 yang sebentar lagi akan meleleh, membasahi kedua pipinya. Menatapku dengan genangan di matanya yang kian membanjir, “mbak, kenapa ini semua harus terjadi padaku?”. Ah, hati saya terbawa suasana. Yang bertanya lekas beringsut menyeka airmata, sementara saya mombolak-balikkan bola mata agar tak ikut tumpah juga. “Allah memilihmu untuk diberi ujian seperti itu, artinya kamu pasti sanggup melewatinya,, sabar..”, saya mencoba memeluknya dengan kata-kata, berharap bisa sedikit menambahkan kekuatan di hatinya. Beban yang terasa paling berat dirasakannya kala itu adalah tentang keluarganya. Permasalahan terkait orangtua.

Selalu ada masalah.   via: http://www.everydayinterviewtips.com

Guys,, bermasalah dengan saudara dalam keluarga, mungkin semua orang di dunia pernah menjumpai kasus yang sama. Konflik, selEk, berbeda pendapat, beda kemauan, beda pemikiran, de-es-be. Yang namanya cabe, meskipun dari tangkai yang sama, tapi warnanya bisa beda, bentuknya juga beda, tingkat kepedasan-nya pun bisa jadi tak sama #silakan diteliti sendiri bila ada waktu luang. Begitu pun kita yang bernama manusia. Meskipun dari rahim yang sama, tapi Allah mengaruniakan isi kepala yang berbeda2, sifat, dan karakternya juga pasti  tak ada yang seratus persen sama. Sehingga terjadilah masalah2 yang menguras esmosi tiap kali jumpa di bawah atap yang sama. Adanya problem antar individu, kita dengan saudara, saudara dengan orang tua, saudara dengan saudara, atau malah kita-nya dengan orang tua.. tiap pulang ke rumah rasanya jadi pusing kepala.

Atau kita merasa semua orang di dalam rumah kita itu aneh semua. Ibu yang sukanya marah2, bapak juga marah2, kakak marah2, adek marah2, tetangga marah2, sampae kucing satu juga marah2 #opo lah. Kita marah2 juga aja biyar ndak kalah. :D :D

Kemudian saking seteressnya, suatu hari terpikir juga, mengapa kita harus ada di tengah2 mereka.?? Enak nian lah kalau jadi ulat, kerjanya makan doang, tak ada beban pikiran. Woeh,! ndak gitu juga yaw,, kita harus bersyukur diciptakan sebagai manusia. Bisa hidup menikmati indahnya dunia, mati disediakan surga #bagi yang dikehendaki-Nya.

 Merasa asing.   via: https://www.fastcompany.com

Saat lingkungan sekitar kita terasa begitu menyiksa. Carut-marut tak tertata, sepertinya yang normal cuma kita. Berfikirlah positif,, ah, Allah mengirim kita di antara mereka untuk menjadi cahaya. Bila dalam keluarga tidak ada keharmonisan, misal saudara kita sukanya menyakiti hati orang tua atau malah sebaliknya, Allah menempatkan kita untuk menjadi peredam suasana, permata dalam keluarga. Bayangkan seandainya kita tidak ada di sana, siapa yang akan menenangkan hati ibu tercinta kita, siapa yang akan merangkul saudara kita. Allah menginginkan kita menjadi pelita di tengah gelap yang jangan sampai kian menggulita. Ya,! Dan Allah memberi kepastian bahwa kita bisa melewatinya. #hela nafas.. hhhhhhmmmhhhhh...

Lalu, mengapa harus saya.?? Pertanyaan tersebut seringkali muncul saat berada di puncak depresi. Ingat,, bukankah tanda cinta Allah itu bahwa Dia akan memberikan ujian bagi siapa saja yang dicintaiNya?. Pun ujian yang diberikan itu tak mungkin lebih dari kemampuan kita. Se-emosional apa pun moment yang kita hadapi, se-drama apa pun kisah hidup yang kita jalani,, semua atas izin Allahu Rabbi. Maka sudah seyogya nya kita kembalikan semua kepada Sang Pemilik langit dan bumi. Kuatkanlah, sabarkanlah, mudahkanlah.

Kalau hati kita sudah merasa memiliki Allah, ketenanganlah yang akan kita rasakan. Bersabarlah.




Sabar...... via: https://moslemalfaruq.wordpress.com/2013/06/10/










-------Jakarta, 24 Januari 2017-------
ba'da Ashar 

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger