Bismillah.
Segala
pujian milik Allah Ta’ala.
Beberapa
waktu lalu saya pulang kampung, tepatnya tanggal 8 April 2017, kurang lebih jam
10 malam kereta api Progo jurusan Lempuyangan membawa saya dari stasiun Senen.
Esok paginya kurang lebih jam 9 Alhamdulillah sudah di rumah dengan sehat,
selamat tanpa kurang suatu apa pun.
Dandelion. via: positivepeople.md
Kali
ini saya akan cerita perihal pertelekomunikasian saya dengan Bokap yang
rasanya jarang disorot dan dipublikasikan #halah. Secara emosional memang saya
lebih dekat ke Ibu dibanding Bapak. Hmm, mungkin karena Bapak jarang di rumah,
sehingga interaksi kami sangat2 minim sekali. Demikianlah keadaannya dari saya kecil, sehingga saya sebenarnya agak kurang
menemukan figur ayah di dalam keluarga alias di rumah. *hiks.
Perihal
cintanya pada keluarga, jangan ditanya. Nafkah hidup dari lahir hingga dewasa,
siapa lagi yang menanggungnya kalau bukan beliau seorang. Sementara Ibu adalah
seorang Ibu rumah tangga klasik. Tidak seperti ibu2 modern jaman sekarang yang juga aktif berpenghasilan, baik dari online shop atau usaha lainnya. Alhamdulillah Allah memberi
kecukupan meski hanya Bapak yang menjadi sumber penghasilan keluarga. Waktu kecil, saya dan kakak laki2
saya sering diceritakan dongeng sebelum tidur oleh Bapak. Kebanyakan tentang
petualangan Kancil melawan rival2 nya (macan, buaya, keong, dll). Tak lupa kami
juga dipijitin bergantian kadang hingga tak terasa saya ketiduran. Hhmmmmmmm...
benar lah, tak ada kasih sayang tulus selain kasih sayangnya orang tua terhadap
anak2nya.
Vote. via: kaaffah.xyz
Nah,
pas pulang kemarin itu, pas banget moment panas2nya pemilihan gubernur Jakarta.
Dari sekian kali diskusi, tahu lah saya kalau Ibu-Bapak kompakan memihak cagub
pertahana, alias ohak. Tak ayal, setiap hari obrolan kami diwarnai pedebatan2
sengit perihal pemilu itu. “Palingo suk ie, menang ohak”, kata Bapak dengan
pede nya. Saya,”yen nganti menang ohak yo podo duso kabeh sek mileh”. “lho,,
ohak kie apek og,, mbrantas korupsi2,..”, kilah Bapak. Saya,”wong islam mah
paling penting printahe gusti Allah, gak oleh milih pemimpin kafir,, pilih
gusti Allah opo pilih ohak.?” #agak esmosi. Bapak,”alah wong Islam yo akeh dho
korupsi, duit haji e dikorupsi,, padahal wong islam...”. Dalam hati, ‘hawh
debat kusir ini ntar kalo diterusin, ora bakalan menang, ora enek gunane’. Saya
pun diam, tidak menanggapi argumen2 Bapak yang terus berlanjut, entah sudah
berapa lembar kertas F4 kalau diketik. Saya tinggal aja ke dapur, nengok Ibu
masaknya sudah selesai apa belum. **anak geje, Ibuk’e masak bukannya
bantuinnn..! :D :D
Belum
berhenti disitu yaw, debat cagub putaran terahir pun kami tak ketinggalan.
Dengan excited alias antusias tinggi, ba’da Isya’ saya dan Bapak sudah stand
by di depan kotak ajaib (tv) menyimak dengan seksama dan fokus tinggi.
Tidak mau kalah, yang di tv perang argumen, saya dan bapak ikut2 eyel2an.
Wkwkwkwk. Sementara Ibu sudah bobok cantik di peraduan.
Setiap
paslon masing2 selesai saling tanggap menanggapi, saya dan Bapak bergantian
menanggapi mereka. Sudah kaya’ timses aja lah kami nie. Wkwkwk. Tapi tetap saja
di antara kami, Bapak memenangkan perdebatan. Karena pada ahirnya, saya udah
kesel dan males njawab-i ndak ado ujungnya. Hawh,, lalu saya tersadar, dari
siapa lah sebenarnya ngeyelan saya ini berasal. Ndak aneh saya orangnya keras
kepala, ndak mau kalah, ngeyelan dll. Bapake juga begitu. :D :D
Pokoknya
masalah perdebatan pilkada tersebut, sekali saya tanggapi, malah Bapak
njawabnya puanjang, ndak bisa diselani, kalo terus ditanggapi 3hari 3malam ndak
bakalan kelar. Masalahnya, partai pengusung ohak itu adalah favoritnya Bapak
sejak jaman dahulu kala. Mau bagaimanapun, di mata beliau, partai tersebut dan
segala tindak tanduknya selalu perfect,
dan didukung 100%. Piye jal kalo sudah begitu?. Hhemmh. Senjata paling ampuh ya
wes, cep,,diem.
Surga atau neraka? via: semuakisahku - WordPress.com
Saya
sampai bingung, gimana lah jelasinnya ke Bapak. Kalau saat ini, pilihannya
bukan sekedar tentang partai saja, masalah dunia. Lebih dari itu, ini masalah
dunia-akhirat, dosa dan pahala, surga dan neraka. Perintah Allah itu mutlak.
Pun sudah jelas dan gamblang diterangkan dalam kitabullah Al-Qur’an. Sampai
bolak balik Utsdz.Khalid Basalamah juga ahir2 ini menjelaskan di setiap
kajiannya, umat Islam itu tidak boleh mengambil pemimpin dari kalangan orang2
kafir. Mau ada sejuta alasan atau kebaikan di pihak kafir itu, pokoknya apa
yang dikatan Allah, sami’na wa atha’na titik. Kalau Allah bilang tidak boleh,
maka cukup itu alasan untuk tidak memilihnya.
Dalam
diam, dalam sunyi dan haru yg menyeruak, dalam hati, saya berdoa kepada Allah
agar mengampunkan Bapak, agar menunjuki beliau pada kebenaran dan jalan yang
diridhaiNya.
Hmmmhhhhhh.
Padahal tidak ikutan milih, kami heboh sendiri. Wkwkwkwk. Kepada mbak Wit yang
punya hak milih, yang awalnya dia juga mendukung ohak, saya sudah berpesan.
“Al-Quran sudah jelas2 tertulis, perintahnya Allah pemilik alam semesta ini,
tidak boleh milih pemimpin kafir. Di dunia kelihatannya sepele, cuman masalah
milih doang. Tapi nanti di akhirat yang berat”. Mbak Wit mengangguk2, katanya,
“iya ya,,, nanti urusane sampe akhirat..”. Meskipun saya tidak melihat langsung
saat dia memilih, insyaAllah, semoga Allah meneguhkan hatinya, meluluskannya
dari ujian ini. Amiin.
Sudah
masa tenang,, malam terahir kemarin saya dirumah, dipijiti Bapak. Biasa,, kaki,
tangan, dan kepala. **durhakonyaaaa nih anak.! Ehmm., dalam lubuk hati saya
yang paling dalam, sama sekali ndak ado niatan merendahkan orangtua dengan
meminta kepada beliau. Apalagi dengan tujuan menyiksa atau niat jahat lainnya
*hawwh. Karena tipe Bapak itu, beliau akan bangga bila merasa dibutuhkan oleh
anak2nya. Jadi, kadang saya minta dikirimin pulsa,, atau kalau dirumah minta dipijitin.
Karena itulah cara mengkomukasikan kasih sayang di antara kami.
*alasuuuuuuuuuuuuun.! _Dih, gak
percaya!!
Berhubung
besok saya caow lagi ke tanah perantauan Jakarta, Ibu mengingatkan untuk
packing, baju nya mana aja yang mau dibawa. Bahas masalah baju Bapak yang
kemarin saya belikan, “Beliin baju buat orang tua itu mbok ya jangan yang kayak
begitu, kayak wong enom. Suk yen kang mu mulih rak dijaluk kui suk. (model dan
coraknya memang style anak muda sih)”. Saya menyahut, “ya,, biar kayak anak
muda lah. Biar keliatan muda. Mosok klambi warnane kui2 ae”. Ibu, “beliin ki
yang warna putih, Bapakmu seneng warna putih”. Saya, “lha... kae ditumbasne
warna putih njaluk sek model saiki jare Pak’e”. Bapak pun angkat suara, “yo,,
sek putih, enek corak yo nggon ngarep kene sithik”, kata beliau menunjuk bagian
dada beliau.
Lagi
seru bahas masalah baju lebaran, baju koko, sarung dan celana panjang,
sekonyong2 dari arah yang tidak saya duga dan sangka2, Bapak bilang, “celana
itu haruse yang benar di atas polok (mata kaki)”. “Heahh??”, saya agak kaget
terkejut gimana gitu. Bapak mengulang kata2nya itu tadi, “celana itu haruse
yang benar di atas polok (mata kaki)”. Hati saya mak tratap, sementara yang
keluar dari mulut, “iyo, lebihannya yang dibawah mata kaki kan tempate di
neraka”. Bapak menceritakan kembali ilmu yang beliau dapat dari Kiayi beliau di
Semarang, intinya mengenai isbal. Bahwa celana/sarung baik di dalam shalat
maupun sehari2 harusnya di atas mata kaki. Di dalam hati saya serasa ada yang
dingin2 mak nyusss,, “iyo,, yang suka dibilang cingkrang2 itu, padahal itu yang
bener”, nyindir kasar. Pasalnya, duluuuu sekali ketika dakwah salaf pertama
masuk di daerah kami, kebanyakan orang2 mencemoohnya. Astaghfirullah,, ampuni
kami ya Allah. Bapak tersenyum mendengar ucapan saya tadi, “hehe,, iyo..”.
“Kalo
perempuan, bajunya itu yang bener haruse gedeee, lebar.. kayak yang dipake
bojone *u*i itu (tetangga). Tapi gak harus pake cadar”, lanjut Bapak. Giliran
adab pakaian wanita, Bapak jelaskan juga dengan seksama. Yang bener ya kayak
model baju cadar gitu2, tanpa harus pakai cadar. Intinya, modelnya sama seperti
itu. Bukan yang ketat2, yang membentuk tubuh. Dalam hatiku teriak, “kyaaaaaaa....... ya
Allah...” #ala2 k-popers masa kini.
Pijitan
di kaki dilama-lamain sama Bapak. Rupanya ceramah beliau belum selesai.
Mengenai adab berpakaian rasanya sudah dua semester Bapak terangkan, masih ada
lanjutannya lagi, “Orang sholat itu gak boleh seenaknya dewe, mentang2 waktunya
lama. Haruse kalo denger adzan itu gek ndang2 sholat”. Nyindir kerasssss.
Lanjut beliau, “kayak kamu itu, subuh tangi jam berapa?!” Whuahhh frontal
guyssss. Saya reflek menangkis, “Lhaaa Bu’e gak bangunin,, kalau di Jakarta kan
biasa pake alarm”. *Ahhahahah alasssun. _Dih, beneran yaw. Si Ibu merasa
tersungging, menyahut, “halahhh,, udah dibangunin ping seket buntet angEl’e
rajamak!!”. Bapak melanjutkan lagi ceramahnya, hingga tak terasa jarum jam
beranjak dari satu angka ke angka di atasnya lagi. Kali ini saya dengarkan
tanpa menyela. Sembari senyum2, dan menikmati rasa bahagia tiada tara melebihi
bahagia nya pas gajian *eh.
Malam
itu bener2 hati saya mak klunyum,, sangat gembira. Meskipun kaki saya agak
panas2 nylekit karena Bapak nuangin freshcare nya berulang2 kali dan
mijitnya lama sekali. Pegel2 yang menumpuk 4 bulan ini hilang seketika (terahir
dipijit pas pulang bulan Desember). Mijitnya pake minyak freshcare??
_ya, soalnya minyak kayu putih dan minyak kapaknya pas habis.
Hhmmmm,,,,
kau kabulkan doa’aku ya Allah.... alhamdulillah..... alhamdulillah...
allhamdulillah... Tunjukilah kedua orangtuaku cahaya menuju jalan-Mu yang
lurus. Senantiasa berikanlah kami hidayah,,. Berikanlah kepadaku dan Ibu Bapak
ku surga Firdaus-Mu ya Allah.... amiiin.
So,
jangan pernah meremehkan kekuatan do’a,,, sodara-sodara. :D :D
:D.
0 komentar:
Posting Komentar